Ridwan, seorang pemuda yang terus menerus merasa jika Allah SWT tidak adil padanya dan selalu berkeluh kesah akan nasibnya, sesorang yang mengharapkan pendamping hidup yang telah jauh dari jodohnya. Seorang pemuda yang hampir putus asa karena dia merasa bahwa seorang akhwat yang bertahun-tahun diharapkan untuk menjadi pendampingnya kelak, ternyata tidak mendapatkan restu dari kedua orang tua sang akhwat tersebut.
Disisi lain dia sering kali dianggap beruntung oleh teman-temannya karena dia selalu mendapatkan apa yang diinginkan. Karir yang menjanjikan, seorang kekasih yang cantik (Nia) yang menjadi bunga di kampusnya dan keluarga yang selalu mensupport dia dalam segala hal. Namun, semua itu tidak selalu ia syukuri dengan baik. Dia selalu merasa nasibnya kurang beruntung karena hubungannya dengan kekasihnya itu tidaklah semulus yang ia bayangkan sebelumnya.
Suatu ketika, Ridwan dengan kegelisahan dalam tidurnya memikirkan akan kata-kata orang tua Nia tentang masa depan hubungan mereka. “Ibu tidak cocok mempunyai besan yang tidak sejalan dengan keluarga ibu, jika nak Ridwan mau berteman dengan putri ibu. Ibu tidak keberatan…” kata-kata itu selalu berputar-putar dikepala Ridwan yang terus-menerus sambil sedikit menyalahkan keadaan diri dan keluarganya karena kata-kata itu. Keadaan yang menekan jiwanya itu membuat dia serasa kehilangan pegangan, fokus akan pekerjaannya pun jadi perlahan-lahan hilang.
Hari demi hari ia mencari cara terbaik untuk mengikhlaskan keputusan yang telah ditentukan-Nya, namun rasanya dia tidak pernah bisa menerima keputusan itu. Dia berpikir mati-matian untuk berusaha memperbaiki keadaan, bahkan dia berniat dengan cara apapun ia harus bisa memperbaiki keadaan ini. Keadaan ini diperburuk dengan sikap Nia yang makin tidak acuh kepadanya, bahkan Nia merasa bahwa Ridwan lah penyebab dari rusaknya hubungan mereka. Ditengah kegalauan itu, hanya satu yang terpikir olehnya, menelpon Nia. Saat ia menanyakan hubungan mereka, Nia hanya menjawab “Aku sudah berkali-kali memberimu kesempatan untuk memperbaiki dirimu dan keluargamu, kali ini aku sudah tidak bisa lagi mempertahankanmu, maafkan aku….”. Ridwan pun hanya terdiam meratapi jawaban Nia.
Dalam keterpurukkannya, Ridwan mulai membuka pikirannya untuk mengembalikan semuanya pada Allah SWT yang dia merasa telah lama ditinggalkannya. Dalam keputusasaannya ditengah-tengah waktu malam dia beristikharah sambil memanjatkan doa setelahnya.
“Ya Allah, hambamu ini adalah hamba yang lemah. Hambamu ini adalah hamba yang merindukan akan sentuhan petunjukMu, bimbinganMu dan sedikit dari pengetahuan yang ada padaMu. Tunjukkanlah padaku bukti nyata bahwa dia bukanlah jodohku, sesudah itu aku akan patuh pada keputusanMu. Hamba mengharapkanMu dengan sangat….” Sambil mengusap airmatanya, dia bangun dan melanjutkan tidurnya. Dan dia tidak pernah terpikir bahwa jawaban itu akan didapat sangat capat.
Keesokan harinya, dengan tidak sabar dan rasa kalut Ridwan mencoba menelpon Nia untuk kesekian kalinya. Berkali-kali telpon Nia berdering, namun tak seorang pun menjawabnya. Hingga akhirnya seseorang mengangkat telpon tersebut. Tidak disangka, ibu Nia lah yang menjawab telepon itu.
Ibu Nia : “Assalamu’alaikum”
Ridwan : “Wa’alaikumsalam… Nia nya ada bu?”
Ibu Nia : ”Dia sedang mandi. Maaf ya nak Ridwan, ibu harus mengatakan ini. Ibu tidak bisa mengharapkan nak Ridwan untuk jadi menantu ibu, karena beberapa alasan. Ibu juga merasa, klo nak Ridwan tidak bisa menghadapi masalah dengan baik. Kurang siap sebagai kepala rumah tangga.”
Ridwan : ”Tapi bu, saya akan terus belajar untuk memperbaiki diri saya”
Ibu Nia : ”Ibu rasa waktunya sudah tidak ada lagi, kemarin ada teman Nia dateng kerumah. Dia sering datang kemari, jadi ibu tanya sebenernya apa maksud dia. Dia bilang, dia suka dan serius dengan anak ibu dan ibu terus terang lebih sreg memilih dia daripada nak Ridwan”
Ridwan : ”……”
Ridwan pun terdiam dan tidak bisa melanjutkan perkataannya. Dalam hatinya, sungguh Allah SWT telah menjawab semua pertanyaannya dengan segera. Kali ini dia merasa harus yakin dengan keputusanNya. Dan dia pun mengingat sebuah ayat yang pernah dia baca sewaktu ia mencari cara untuk ikhlas akan segala permasalahannya.
“Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu; Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui.” (Surah Al-Baqarah:216)
“Dia bukan jodohku dan aku harus menerimanya” sekarang kata-kata itulah yang terlintas dalam benak Ridwan untuk melanjutkan kisahnya.
Komentar Terbaru